Situasi bencana atau insiden besar yang mengakibatkan banyaknya korban terluka secara bersamaan, dikenal sebagai kondisi luka massal (mass casualty incident), adalah skenario terburuk yang memerlukan respons medis yang cepat dan terstruktur. Dalam kondisi kekacauan ini, Palang Merah Indonesia (PMI) memiliki protokol khusus untuk Menangani Luka Massal, memastikan sumber daya medis yang terbatas dapat dialokasikan secara efisien untuk menyelamatkan nyawa sebanyak mungkin. Menangani Luka Massal menjadi tugas berat yang mengandalkan pelatihan disiplin tinggi, kecepatan pengambilan keputusan, dan penerapan sistem triase (pemilahan korban) yang ketat. Penguasaan prosedur Menangani Luka Massal adalah kunci keberhasilan operasi kemanusiaan PMI.
Protokol utama yang diterapkan PMI adalah Triase Bencana. Triase adalah proses memilah korban berdasarkan tingkat keparahan cedera dan kemungkinan bertahan hidup, bukan berdasarkan prioritas kedatangan. PMI menggunakan sistem warna: Merah (cedera kritis, membutuhkan pertolongan segera), Kuning (cedera serius, pertolongan dapat ditunda), Hijau (cedera ringan, dapat berjalan sendiri), dan Hitam (meninggal atau harapan hidup sangat kecil). Penerapan triase ini seringkali dilakukan di Zona Medis Bencana yang didirikan cepat di dekat lokasi kejadian. Tim triase PMI, yang terdiri dari paramedis terlatih, harus mampu membuat keputusan cepat. Misalnya, dalam insiden kecelakaan transportasi massal pada hari Minggu, 27 Juli 2025, pukul 14.30 WIB, Tim Satuan Tugas (Satgas) PMI yang tiba di lokasi pertama kali berhasil mengklasifikasikan 50 korban dalam waktu 15 menit.
Setelah triase awal, korban dipindahkan ke Rumah Sakit Lapangan atau posko kesehatan darurat PMI. Prioritas utama adalah menstabilkan korban kategori Merah (kritis) sebelum mengalihkannya ke rumah sakit rujukan. Tim medis PMI juga sangat memperhatikan manajemen trauma psikologis. Selain penanganan luka fisik, tim Dukungan Psikososial (PSP) PMI segera diaktifkan di lokasi pengungsian untuk memberikan early psychological support kepada para korban dan keluarga yang shock.
Keberhasilan dalam Menangani Luka Massal sangat bergantung pada koordinasi dan keamanan. PMI harus berkoordinasi dengan petugas evakuasi dan ambulans lain untuk memastikan jalur transportasi ke rumah sakit rujukan berjalan lancar. Dalam situasi yang tidak teratur, keamanan logistik dan personil menjadi perhatian. Pada insiden darurat tersebut, Kepolisian Sektor (Polsek) setempat mengerahkan 10 anggota untuk mengamankan lokasi triase dan jalur ambulans, memastikan tidak ada hambatan yang mengganggu upaya penyelamatan. Kecepatan, ketepatan, dan kerja tim yang solid adalah inti dari protokol penanganan korban massal PMI, yang bertujuan mengubah situasi yang penuh keputusasaan menjadi operasi penyelamatan yang terorganisir.
